Stratford upon Avon, Kota Dramawan Shakespeare


Stratford upon Avon. Kota ini identik dengan William Shakespeare. Stratford dan Shakespeare, merupakan entitas tunggal dalam industri pariwisata Inggris. Di tempat inilah, Shakespeare lahir pada abad 16 lalu, tepatnya tanggal 23 April 1564. Di kota ini pula ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal yang sama tahun 1616.

Hampir 400 tahun setelah kematian, dramawan besar yang dinobatkan sebagai Man of Millenium hasil polling nasional Inggris yang diselenggarakan BBC, terus dikenang. Karya-karya dramanya masih dimainkan di panggung teater dan kisahnya hidupnya diangkat ke layar lebar.

Stratford-upon-Avon hanyalah sebuah kota kecil di jantung pulau Inggris. Lokasinya  36 km di sebelah selatan kota Birmingham atau sekitar 150 km utara London. Berada di pinggiran pedesaan Warwickshire nan jelita, kota yang berdiri di pinggir sungai Avon ini menjadi salah satu destinasi wisata penting di Inggris Raya. Ia identik dengan kehidupan William Shakespeare. Ratusan ribu wisatawan terus menyinggahi kota ini sepanjang tahun, sekedar merasakan romantisme masa lalu Shakespeare.

Boleh saja William Shakespeare berujar, ”Apalah arti sebuah nama.” Namun bagi Stratford, sebuah nama bermakna multidimensi. Sebuah nama telah membuat Stratford  populer. Nama itu pulahlah yang menjadi nafas utama turisme yang menggerakkan sendi-sendi ekonomi kota Straford upon Avon. Shakespeare pun menjelma jadi sebuah komoditas yang sangat laku dijual. Sebagian besar penduduk Stratford yang cuma 20 ribu jiwa menggantungkan hidupnya dari bisnis yang terkait dengan sastrawan tersebut. Dari bisnis cenderamata gantungan kunci, penyewaan perahu, repro naskah-naskah Shakespeare, toko buku khusus Shakespeare, jasa penginapan sampai panggung pertunjukan drama yang khusus mementaskan karya sang sastrawan.

Lima buah properti milik Shakespeare dan keluarganya di jantung kota Stratford yang masih terawat rapi dengan arsitektur aslinya adalah favorit wisatawan. Padahal untuk menengok bagian dalam  setiap bangunan ini penggunjung di kutip uang masuk  antara 3,5 sampai 6,5 poundsterling (Rp 45 ribu – Rp110 ribu).  Tinggal mengkalkulasi penghasilan tahunan Stratford dari aktivitas wisata. Shakespeare Birthplace (rumah tempat kelahiran Shakespeare),  Anne Hathaway’s cottage (pondok milik istri Shakespeare), Marry Arden’s house, Hall’s Croft, Nash’s house/New Place adalah nama-nama properti yang kini dikelola sebuah badan Shakespeare Trust dan seakan jadi panduan wajib untuk dikunjungi wisatawan.

Sejarah hidup sang legenda

Di dalam bangunan-bangunan tua inilah, pengunjung seperti ini merasakan aura Shakespeare. Memasuki salah satu bangunan tersebut, saya seperti  diajak memahami kehidupan dan nilai-nilai spiritual Shakespeare. Di sebuah ruangan rumah Shakespeare yang terletak di jalan Hanley, tepatnya di kamar tidur berlantai kayu misalnya, terpampang sebuah ranjang cukup besar dengan kelambu warna hijau, merah dan putih. Beberapa bantal dan selimut warna hijau tergeletak di atasnya. Di sisi ranjang yang sepintas mirip tempat tidur kaum bangsawan Jawa, terdapat sebuah meja kecil. Di atasnya ada sebuah asbak kecil dan benda mirip gentong kecil yang digunakan untuk tempat pensil. Tercatat 400 benda milik pribadi sastrawan yang tersimpan dalam rumah dengan 8 kamar tersebut. Benda-benda itu mencakup dokumen, potret, lukisan dan koin kuno yang kini bernilai sangat tinggi.

Tidak jauh dari  rumah kelahiran Shakespeare berdiri sebuah bangunan tua di jaman medieval. Gedung ini adalah King Edward VI Grammar School yang dibangun awal abad 15. Inilah tempat sekolah Shakespeare semasa kanak-kanak. Bangunan itu tetap lestari keasliannya. Nampak bangku-bangku kayu warna hitam tempat belajar dan di depannya bangku untuk guru. Tidak nampak adanya papan tulis di ruangan tersebut

Catatan kehidupan pribadi William Shakespeare  penuh misteri. Rahasia kehidupannya tidak banyak dikuak. Sampai meninggal, tidak ditemukan adanya catatan tentang kehidupannya misalnya, buku harian  atau surat-surat. Satu hal yang diketahui adalah pada umur 18 tahun, ia menikahi Anne Hathaways seniornya yang berusia 8 tahun lebih tua darinya. Lima tahun kemudian ia hijrah ke London dan bekerja di teater Globe.  Penampilan perdananya di depan publik terjadi tahun 1593 dengan membacakan sajaknya Venus dan Adonis.

Karya-karya dramanya baru lahir dua tahun kemudian dan sejak itu ia terus berkarya sampai mencapi puncak ketenarannya. Karya dramanya yang populer dan beberapa diangkat ke layar lebar adalah Much Ado about Nothing, Hamlet, Othello, Macbeth, King Lear dan yang paling banyak sorotan adalah Romeo and Juliet.

Nama besar, popularitas dan kekayaan yang sudah diperolehnya tidak sampai membuatnya kehilangan akar pada Stratford. Justru pada saat namanya berkibar di London, ia  memutuskan pensiun dari dunia penulisan naskah drama untuk kembali ke kota kelahirannya pada tahun 1611.

Praktis hanya 5 tahun ia menikmati masa pensiunan dan berkumpul dengan istrinya, dan anak perempuan tunggalnya, Susanna yang menikah dengan  seorang dokter di Stratford, John Hall. Rumah mereka yang dikenal dengan Hall’s Croft sampai kini dilestarikan dan oleh badan Shakespeare Birthplace Trust dijadikan  salah satu obyek wisata peninggalan Shakespeare. Tahun 1616 Shakespeare meninggal dunia setelah minum-minum dengan beberapa teman teaternya malam sebelumnya. Ia  dikuburkan di Holly Trinity, gereja yang sama pada saat ia dibaptis tahun 1564. Di gereja yang sangat indah di pinggir sungai Avon itu  ikut pula dikuburkan, istrinya Anne Hathaways dan putrinya Susanna.

Kota nan tenang

Berkeliling ke beberapa tempat peninggalannya saya menangkap kesan betapa dramawan yang menghasilkan 37 naskah drama ini sangat dicintai warga kota kelahirannya.  Sayang kunjungan saya ini tidak tepat tanggal 23 April. Di hari yang bertepat hari St George itu, kota Stratford nampak meriah. Pecinta dunia sastra menggelar sebuah prosesi dan parade budaya mengenang hari kelahiran dan kematian Shakespeare. Para aktor, murid sekolah, warga melakukan karnaval di Stratford. Mereka yang terlibat dalam pesta rakyat itu tampil dengan busana dan segala pernak pernik yang biasa digunakan pada era William Shakespeare, jaman pertengahan. Prosesi itu berakhir di gereja Holy Trinity, dimana mereka melakukan aksi tabur bunga di pusara Shakespeare yang berada di dalam gereja.

Sore itu saya  melepas lelah di Dirty Duck, sebuah, pub paling ramai di Stratford, tepatnya di sisi gedung Royal Shakespeare Theatre. Pub ini nampaknya pilihan favorit para aktor dan aktris drama yang memainkan lakon karya Shakespeare. Saya bisa menduga itu karena foto-foto mereka tergantung di dinding pub tersebut. Dari penuturan pelayan, saya baru tahu kalau kedai minum ini tempat rileks para pemain dan pengunjung teater sebelum dan sesudah pementasan drama.

Di kejauhan cukup lama saya memperhatikan segerombolan wisatawan yang sedang asyik melempar roti pada sekawanan angsa putih dan hitam. Dermaga feri dekat gedung teater memang merupakan tempat favorit turis untuk beristirahat sembari menunggu pertunjukan drama dimulai.

Suasana Stratford amat nyaman dan tenang. Kota mungil sarat sejarah dan penuh bangunan arsitektur kuno ini begitu bersih. Sungai Avon yang melintasi kota nampak hidup dengan beberapa feri hilir mudik membawa wisatawan yang melihat sisi lain Stratford.  Pinggiran sungai ditumbuhi pohon-pohon rindang dengan taman-taman asri disampingnya. Puluhan angsa putih berenang bebas di air yang tenang dekat jembatan batu tua itu. Menikmati perjalanan feri setidaknya  menjadi sensasi tersendiri saat menikmati panorama kota dari pinggiran sungai.

Kota ini bak post-card hidup yang langsung tersimpan dalam memori.  Tak heran bila stres menguap, detak jantung memelan beraturan, dan rasa santai menguasai diri. Impresif satu kata ajektif yang tepat untuk menggambarkan lanskap kota Shakespeare ini. Dalam hati sempat terujar, semoga nanti bisa datang lagi.