Praha, Republik Ceko, Sebuah Kebesaran Bangsa Bohemia


Praque here I come

Kota Praha, Republik Ceko, satu kota di Eropa yang sangat terkenal bagi mereka yang suka jalan-jalan.  Saya pun penasaran seberapa menariknyakah kota di negara bekas komunis tersebut?.  Untuk mendapatkan gambaran tentang Praha dan negara Ceko saya pun melakukan surfing  di internet. Dari foto-foto di website terlihat  Praha termasuk kota yang cantik di daratan Eropa.

Keputusan pun saya ambil, untuk pergi kesana. Tertarik dengan tawaran promosi tiket murah, kubeli  tiket pesawat ke Praha secara on-line seharga 72 pound (Rp 979 ribu) Bristol-Praha pp. Sistem reservasi tanpa tiket  di internet memang memudahkan untuk bepergian di Eropa. Di counter check in cukup menunjukkan paspor.

Dalam penerbangan dua jam dari Bristol Inggris,  yang muncul di benak saya adalah gambaran stereotip Praha sebagai kota bekas  rejim komunis, secara keseluruhan masihlah kusam, ketinggalan jaman dan pandangan miring lainnya.. Kalau pun terlihat cantik seperti di brosur pastilah itu hanya daerah tertentu yang memang dijual untuk  kepentingan wisata.

Sore hari di musim semi saat saya menginjakkan kaki di bandara Ryuzin, Praha, penilaian saya langsung berubah total. Kendati tidak terlalu besar (kira-kira sebesar bandara Ngurah Rai Bali), bandara utama Praha itu  terlihat modern dan megah. Semua simbol kehidupan modern seperti fashion dengan merek terkenal Dolce and Gabbana, Gucci  dan lainya, juga produk-produk  IT, makanan simbol Amerika ada di sekitar  Ryuzin.

Custom clearance di imigrasi berjalan dengan lancar. Tidak ada antrian panjang semacam di bandara Heathtrow London misalnya. Sekali mengecek paspor dan mencocokkan foto dan melihat visa, petugas imigrasi pun langsung menyetempel paspor. Tidak ada pertanyaan macam-macam dari sang petugas.    Saya pun melenggang keluar disambut guyuran hujan gerimis.

Kendati sudah berbekal  buku panduan praktis mengunjungi Praha, saya masih menemui kesulitan karena tidak adanya petunjuk jalan dan informasi lainnya yang ditulis dalam bahasa Inggris.  Menemukan orang yang bisa ngomong Inggris pun agak susah di Praha.  Dari bandara, saya pun ikut-ikutan orang antri membeli tiket bus yang menuju ke jantung kota Praha seharga 12 Korun (Rp 3500). Dari sini saya baru tahu bahwa sistem trasportasi di Praha sangat efisien, selain sangat murah dengan kualitas angkutan yang baik. Tiket itu bisa digunakan untuk naik trem, bus atau kereta api bawah tanah sekaligus. Tidak ada kondektur atau pun penjaga yang mengecek karcis penumpang.

Dengan bekal satu karcis saya  mengelilingi kota Praha selama empat hari dengan bus, trem dan kereta bawah tanah sesuka hati dan turun naik ke tempat yang menarik perhatian. Saya pun merasakan betapa enaknya hidup di negeri sosialis demokrat Republik Ceko. Masyarakat dimanja dengan berbagai fasilitas umum yang murah dan aksesibel. Dibanding kota-kota di Eropa, semacam London, Paris atau Dublin, biaya hidup di Praha sangat murah, seperti  makanan, transport, dan penginapan.

Praha kotanya ternyata secantik yang digembar-gemborkan. Gedung-gedung kunonya  terawat rapi, bersih, di jalanan aneka mobil mewah lalu lalang, dan peradaban masyarakatnya sangat tinggi. Sesesak apapun di dalam trem kalaupun ada orang tua, orang pasti dengan suka rela memberikan bangkunya kepada kaum manula dan orang cacat.

Panorama Praha yang elok mulai nampak  saat kita menyusuri sungai Vltava yang membela jantung kota. Seperti kota-kota utama di Eropa, sungai memainkan peranan penting. Jika Paris mempunyai Seine, Roma punya Tiber dan London ada Thames maka Praha dilalui Vltava, sungai terpanjang di negeri bekas komunis itu.

Di dalam sejarahnya, dari pinggiran sungai inilah kota Praha berasal. Ini ditandai dengan dibangunnya kastil Praha yang berada di atas bukit dan menghadap sungai Vltava, Kemudian bangunan lainnya mengikuti yang berdiri di bawah bangunan kastil tersebut.

Dengan naik trem kota, saya mengunjungi tempat-tempat yang menjadi highlight kota Praha. Yang pertama dikunjungi tentu saja adalah kastil Praha, landmark atau  icon kota Praha. Menuju kastil ini memang lebih pas dengan berjalan kaki, melewati Charles bridge, sebuah jembatan batu tertua yang menjadi akses utama. Tercatat ada 18 buah jembatan yang membelah Vltava dengan gaya arsitekturnya yang berbeda-beda.


Suasana jembatan Charles yang khusus untuk pejalan kaki sepanjang 514 meter dengan lebar 7 meter yang dibangun paruh kedua abad 14 sangatlah hidup. Para penjual cenderamata, seperti gantungan kunci dan lukisan dan drawing berjajar di sepanjang sisi kiri dan kanan jembatan. Musim semi membuat Praha dibajiri banyak turis yang  hilir mudik di jembatan tersebut.

Berdiri di tengah jembatan, pemandangan sangatlah cantiknya. Bangunan kuno nampak berderet rapi di tepi sungai. Puluhan cafe yang menawarkan aneka hidangan dengan deretan kurisnya yang menjorok ke sungai adalah pemandangan tersendiri. Air Sungai Vltava yang sangat jernih dan  warna biru, dilalui beberapa ferry yang membawa turis berpesiar melihat keindahan kota. Kapal yang sarat turis itu, hilir mudik  melewati puluhan angsa putih yang dibiarkan hidup bebas di sungai Vltava. Jadwal reguler feery  ini mulai dari pagi sampai sore dan yang paling favorit adalah sunset cruisenya.

Dari Charles Bridge melewati jalan berkelok, kemudian menanjak melintasi beberapa gedung kedutaan besar, sampailah saya di kastil Praha. Napas yang terengah-engah sepertinya tak terasakan ketika melihat seluruh kota Praha yang cantik dan terhampar di bawah  kastil. Kebetulan hari itu cuaca sangat cerah, sehingga panorama kota terlihat jelas dari atas bukit. Aliran sungai yang berkelok-kelok dengan refleksi airnya yang keperakan  pada pagi hari, ramainya lalu lintas melewati puluhan jembatan dengan arsitektur dan gedung-gedung tua bersejarah adalah panorama yang terpampang  dari depan kastil. Sebuah bukti peradaban yang tinggi dari bangsa Bohemia. Saya pun merogoh koin 20 Korun, memasukkan di boks teleskop di depan kastil untuk melihat detil sudut kota dengan jelas. What a view!!

Kastil Praha yang sarat dengan legenda historisnya, berdiri sejak lebih dari 1100 tahun yang lalu. Bangunan bersejarah ini dulunya didiami oleh raja Ceko dan dalam perkembanganya digunakan sebagai kantor gubernur dan terakhir sebagai kantor administrasi republik Ceko.  Kastil Praha yang menjadi titik sentral dari pendirian negara Ceko ini memang cantik dengan hiasan ornamen yang ada di beberapa bagian dindingnya. Lukisan kuno dengan berbagai ukuran yang eolok nampak bergantung di dinding. Lanskap di sekitar bangunan kastil   sangat asri. Disisi sebelah selatan dibatasi jurang yang menuju sungai Vlatava, sebelah utara dan barat dibatasi oleh jurang hutan.

Puas mengelilingi kastil dan tak lupa tentunya memotret beberapa sudut bangunan dan  mengambil beberapa gambar parade pasukan saat berganti tugas di lapangan ketiga di depan katedral Saint Vitus ini, saya pun melanjutkan jalan kaki melihat daerah Old Town yang merupakan highlight lain dari Praha. Saya pun mengambil jalur lain untuk mengetahui detil lain sudut Praha.

Old Town ini merupakan tempat bermukimnya komunitas yahudi di Praha. Di paruh kedua abad 12, tempat ini menjadi  pusat dagang  dan alun-alun kota tua (Old town square) merupakan jantung kehidupan ekonomi di Praha. Sekarang nafas bisnis masih terlihat kental, kendati aroma aktivitas bisnis pariwisata yang lebih tampak dominan.

Suasana di alun-alun kota pada bulan Mei sangatlah  hidup dengan banyaknya turis yang mendatangi tempat ini. Puluhan kereta kuda bertempat duduk enam orang dengan sais kaum yahudi yang rata-rata memelihara jenggot panjang, memakai topi dan jubah berwarna hitam nampak aktif menawarkan jasanya kepada wisatawan yang ingin jalan-jalan mengeliligi kota tua. Di depan sebuah kathedral kuno, kegiatan tradisional rakyat Ceko masih dipihara misalnya kehadiran pandai besi dengan peralatannya yang sederhana sebuah pompa manual untuk melebur besi. Mereka membuat beberapa jenis suvenir seperti liontin kalung dari bahan tembaga, gelang dan cincin dengan motif khas Ceko untuk konsumsi turis. Benda-benda ini bisa dibeli dengan harga yang murah untuk ukuran Eropa.

Banyak hal yang memang bisa dilihat di tempat ini. Di satu sudut alun-alun misalnya, tepatnya di sebuah menara kuno, salah satu sisinya tergantung dua buah jam astronomi kuno yang menarik perhatian. Menurut catatan, jam astronomi yang ada di Old town sudah ada sejak abad 15 dan dibangun oleh Mikulas yang disempurnakan oleh Hanus. Jam yang ada di sebelah atas menunjukkan waktu Eropa bagian tengah dan waktu Republik Ceko pada masa lampau yang hitungannya di mulai dari matahari terbenam.

Duduk di deretan kursi kafe yang banyak memenuhi alun-alun sambil menikmati seduhan kopi panas dengan beberapa potong croisant sembari melihat suasana keriuhan Old Town square sungguh merupakan  keasyikan tersendiri yang saya dapat setelah penat berkeliling kuta tua.  Pikiran benar-benar rileks dengan melihat berbagai ulah tingkah turis dari berbagai negara yang bergerombol dan duduk di monumen John Huss yang dibangun tepat di tengah alun-alun kota tua untuk menghormati tokoh  yang tewas dalam pertempuran  yang dikenal White Mountain itu.

Melewati waktu malam dengan mendatangi bar di sekitar old town juga pengalaman lain yang tidak bisa dilewatkan rasanya. Bagi pecinta minuman khususnya bir, bertandang ke bar-bar di Praha adalah hal yang sangat menyenangkan. Dibandingkan dengan kota-kota di Eropa lainnya, harga bir disini sangatlah murah, sekitar seperempatnya jika dibandingkan di Inggris. Belum lagi hiburan musik livenya dan penari perempuannya yang terkenal hot dalam mempertunjukkan atraksinya. Mata terasa melotot dibuatnya.

Pukul jam 9 malam keluar dari bar, saat hendak membeli rokok di sebuah kios kaki lima, si penjual dengan ramah menyapa dan bertanya dari mana saya berasal. Ketika kujawab dari Bali, Indonesia, ia berkata,” Wouw…..Bali?. Tempat yang mempesona. Saya pernah berkunjung ke  pulau anda.” Saya pun kaget ketika si penjual menolak duit yang saya sodorkan.”Rokok dan geretan ini gratis untuk anda sebagai salam persahabatan dari penduduk Praha.” Lumayan dapat sebungkus rokok Marlboro yang jarang saya nikmati selama kuliah di Inggris, karena harganya yang sekitar Rp 75 ribu, cukup  mahal bagi kantong mahasiswa

Kastil Karlystin.

Tiga hari mengitari seluruh sisi kota Praha saya kira cukup untuk mendapatkan gambaran lengkap dari ibukota Republik Ceko ini. Beberapa brosur wisata kubuka, sekedar untuk mengetahui daya tarik lain dari Ceko dan sekitarnya. Saya pun terpikat dengan informasi kastil Karlystin yang berada 30 km selatan kota Praha.

Pukul 07.00, saat suhu udara cukup menyengat dinginnya di musim semi, saya bergegas keluar penginapan menuju stasiun kereta api bawah tanah. Terus terang kondisi underground di Ceko lebih sederhana jika dibandingkan dengan kereta api bawah tanah di London yang lebih ruwet karena seringkali turun naik tangga untuk berganti kereta di platform yang berbeda. Di Ceko, peta jalur kereta api bawah tanah cuma seperti garis diagonal yang menghubungkan sisi utara selatan dan timur barat kota, sehingga cukup sederhana dan tidak membingungkan.

Di stasiun Smichov saya keluar  terowongan dan meneruskan dengan kereta api menuju Karlystin. Cukup mengeluarkan uang 50 Korun (sekitar Rp 13.800) saya sudah dapat tiket pp Praha-Karlystin. Kondisi kereta peninggalan Uni Soviet, negara yang sudah almarhum itu cukup bagus. Kereta api itu mirip  kereta kelas binis di tanah air. Sekitar setengah jam perjalanan melewati daerah pedesaan Ceko yang indah, sampailah kereta di Karlystin, kota kecil nang elok.

Sepuluh menit berjalan dari stasiun kereta api,  mata langsung disuguhi pemandangan kastil tua yang berdiri megah di atas bukit sehingga keberadaannya mencolok mata. Kastil ini ternyata merupakan daerah obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Ini terlihat dari banyaknya bus-bus wisata yang diparkir. Semakin mendekati bangunan kastil suasananya mirip daerah Legian Bali,  karena di sisi kanan dan kiri jalan dipenuhi kedai kafe dan aneka macam toko yang menjual cenderamata khas Ceko seperti boneka, dan kerajinan tangan lainnya.

Semakin siang arus turis cukup banyak mengunjungi tempat ini. Untuk mencapai kastil kita bisa naik kereta kuda tanpa kap yang berpenumpang enam orang atau jalan kaki melewati jalan menanjak. Di beberapa sudut  terdapat pria yang mengenakan kostum  khas tradisional Ceko dengan topi yang penuh rumbai-rumbai dan membawa burung besar. Pria ini menyediakan diri untuk foto dengan turis dengan imbalan tertentu. Terlihat juga pelayan restoran dengan seragam busana khas Ceko masa silam.  Saya jadi terbawa suasana, seolah-olah melakukan perjalanan lintas waktu ke masa silam dan terdampar di tengah abad pertengahan.

Kastil Karlystin mengingatkan saya pada Ediburgh castle yang ada di Edinburgh, Skotlandia. Ini karena sama-sama dibangun di atas bukit sehingga menarik perhatian. Sepintas bangunannya terlihat mirip kendati kastil di ibukota Skotlandia itu lebih besar. Berdiri di belakang tembok kastil panorama di bawah sangatlah indah. Suasana pedesaan, sebuah danau yang cukup besar dengan airnya yang jernih dan ladang tanaman yang diapit perbukitan, sementara rumah-rumah dengan arsitektur khas Ceko yang berderet rapi makin menambah eloknya landskap kastil.

Memasuki kastil saya pun merasa seperti berada di sebuah benteng besar, karena di beberapa sisi bangunannya terdapat meriam dan alat pengintip dari lobang kecil. Sementara di sudut kastil bagian bawah terdapat sebuah sumur yang besar dan sangat dalam. Di atasnya terdapat  alat pengerek besar yang digerakkan manual dengan sebuah timba besar mirip bak mandi untuk keperluan mengambil air. Dari bentuk timba dan besarnya lubang sumur maka perlu beberapa orang untuk bisa menimba air. Di beberapa pintu terdapat beberapa penjaga yang berpakaian khas satria tempo dulu dengan topeng dan penutup kepala dari besi dan sebuah tombak yang cukup panjang.

Menurut cerita dulunya kastil ini dihuni oleh seorang raja Ceko sebagai tempat peristirahatan. Dan pemerintah Ceko sekarang ini menjadikannya sebagai obyek wisata setelah melakukan beberapa renovasi di beberapa bagian bangunannya yang mengalami kerusakan. Di dalam bangunan kastil beberapa benda memorabilia jaman kerajaan dulu nampak tergantung di dinding.

Ketika hari menjelang siang dan puas mengamati detil kastil saya pun beranjak turun untuk mengejar penerbangan sore harinya. Dalam perjalanan dengan pesawat Go airline, kurasakan fantasi kanak-kanakku muncul, menjadi seorang ksatria di tengah-tengah suasana masa  pertengahan.